Selama ini Eksplorasi dikenal dengan pekerjaan G&G yang merupakan evaluasi Geology dan Geophysics, namun dibeberapa kesempatan, salah seorang geolog kawakan Indonesia (Bpk. Awang Satyana) memperkenalkan konsep 3G, yaitu dengan menambahkan aspek Geochemistry sebagai factor kunci lain yang kadang sering terabaikan. Apakah 3G sudah cukup? Sebagaimana trend eksplorasi Indonesia barat dalam 2 tahun terakhir, banyak dari targetnya merupakan basement fracture play, sehingga 3G saja rasanya belum cukup untuk bisa mengurangi resiko unconventional play tersebut, kita butuh unconventional method juga dalam melakukan evaluasinya, sehingga perlu untuk menambahkan satu aspek wajib lagi, yaitu Geomechanics!

Tentu kita berharap dengan 4G exploration technology yang meliputi analisa Geology, Geophysics, Geochemistry, dan Geomechanics, akan membuat analisa kita menjadi jauh lebih komprehensif.

Geomechanics is the key for Fracture Reservoir

Selama ini geomekanik sering dikaitkan dengan evaluasi Tim Drilling dalam merancang program pengeboran sumur agar bisa dibor secara aman, padahal disiplin ilmu ini sekarang menjadi kunci dalam evaluasi subsurface, khususnya untuk fracture reservoir target.

Dalam evaluasi basement fracture reservoir, Geology akan mengevaluasi tektonik model dan rekonstruksi struktur geologi area of interest, memastikan bahwa area tersebut mengalami proses geologi yang mampu menghasilkan fracture pada batuan dasar, kemudian Geophysics akan menggunakan model attribute seperti ant track, coherence, dip azimuth, dll untuk memetakan sebaran fracture. Geochemistry akan evaluasi mekanisme hydrocarbon charging dari source rock hingga masuk ke dalam basement reservoir. Geomechanics memiliki peran ganda, yaitu mengevaluasi pore pressure lapisan sediment diatas basement agar mendapatkan SUPER SEAL, kemudian juga melakukan zonasi terhadap fracture yang memiliki critical stress condition.

Peran penting geomechanics dalam fracture reservoir ini sudah terbukti di Lapangan Suban Cekungan Sumatera Selatan, Peter Hennings dalam publikasinya di AAPG Bulletin 2012 menjelaskan bahwa meskipun fracture banyak berkembang di lapangan suban, namun hanya fracture dengan critical stress condition-lah yang memiliki well productivity yang baik, sehingga dalam melakukan program pengeboran sumur di basement target, tidak cukup hanya dengan melihat distribusi fracture dari seismik, namun juga perlu untuk melihat fracture mana saja yang critical stress.

Gambar 1. Sumur D2, 4, dan 11 memiliki performance yang sangat baik dibandingkan sumur lain, hal ini dikarenakan ketiga sumur tersebut memiliki fracture dengan critical stress condition (terlihat dari plot stereonet yang memiliki titik berwarna merah dan hijau). –Peter Hennings, 2012-

Saat ini, cukup banyak perusahaan yang melakukan evaluasi geomechanic pada prospect-prospect basement mereka, hanya saja ada keterbatasan data yang memaksa untuk evaluasi geomekanik dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai asumsi dan beberapa analog, sehingga hasilnya tentu masih bisa diperdebatkan. Namun memang seperti itulah sejarah basement fracture reservoir ditemukan, dengan data yang limited kita tentu tetap harus membuktikan dengan pengeboran sumur, lalu kemudian kita ambil data selengkap mungkin, baik itu data image log dan conventional core yang menjadi kunci untuk analisa geomekanik, baru setelah itu kita akan evaluasi geomekanik-nya dengan lebih proper menggunakan data yang lebih akurat.

Seperti halnya jaringan internet telpon seluler yang saat ini semakin cepat dengan evolusi 3G menjadi 4G, tentu kita berharap 4G exploration concept diatas juga mampu melakukan akselerasi dalam menemukan big fish di masa depan.

Leave a comment